Detail Cantuman
Advanced Search
Text
Sepatu Dahlan
Dalam novelnya ini, Khrisna Pabichara menekankan sebuah perjuangan tokoh dalam menggapai cita-citanya. Sebuah kisah nyata Dahlan Iskan, yang hidup di tengah masa yang sedang mencekam�tahun 1948-1964. Sebuah potret Laskar Merah dan Front Demokrasi Rakyat, yang memberi coretan hitam di masanya. Peristiwa penting tentang sejarah: penculikan, penyiksaan, ataupun tentang pembantaian masal terhadap simpatisan PKI (seperti di Madiun, Kebon Dalem) sangatlah mistis diceritakan dalam novel ini. Sumur-Sumur tua di Soco, Cigrok, menjadi tempat pembuangan bangkai.
Ditengah kesibukannya menjabat seorang menteri BUMN, Dahlan Iskan mampu menciptakan sebuah karya yang sangat menakjubkan. Kebon dalem adalah tanah kelahiran Dahlan, sebuah kampung kecil dengan enam buah rumah, yang letaknya sangat berjauhan. Tanah yang gembur dan subur, padi dan palawija yang tumbuh dengan baik, pisang, ketela, atau umbi-umbian yang selalu berbuah dengan baik pula, sayangnya tak membuat warga Kebon Dalem kaya akan harta. Ladang-ladangnya sudah menjadi milik tuan tanah. Tuan-tuan be-duit yang mempunyai tanah berhektar-hektar, dan sebagian lainnya milik Negara.
Nguli nyeset, dan ngangon, membatik, merupakan lahan bagi orang-orang Kebon Dalem dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk tokoh bernama Dahlan, yang memunyai mimpi besarnya; yakni ingin mempunyai sepatu dan sepeda. Ia bekerja sekuat tenaga, selepas subuh, tugasnya ada-ah nyabit rumput. Nguli nyeset, nguli nandursudah ia kerjakan, demi sebuah impian: �Sepatu dan Sepeda.�
Namun, upah yang ia kumpulkan dengan keringat dan kerja keras, bercucuran dan harus ia relakan demi sesuap tiwul. Ya, untuk sesuap tiwul. Hingga punahlah harapan untuk memunyai sepatu. Bahkan, ia tak berharap banyak kepada Ibu dan bapaknya membelikan sepatu untuknya. Kemiskinan telah mengajarinya bahwa banyak yang lebih penting dan harus dibeli dibanding dengan sepatu. Tatkala lapar mulai mengantar, ada jurus jitu yang dia lakukan, yaitu melilitkan sarungnya ke perut dengan sekuat-kuatnya. Kemiskinan tak membuatnya harus berputus asa, dan tak juga membuat keriangan muncul di masa kanak-kanak-nya. Persahabatan dan rasa kekeluargaan sesama teman-temannya membuatnya menjadi bangkit dan terus menegarkan hati, supaya menjadi patriot sejati.
Perjalanan sejauh enam kilometer tiap pagi, tak membuat dia menghentikan langkah-langkahnya. Walaupun matahari tepat di ubun-ubun, panas membara, perut keroncongan, dan kaki yang terbakar, serta lecet-lecet karena berjalan kaki sepanjang enam kilometer tanpa alas kaki, tak membuat Dahlan mengeluh dan malas-malasan. Kehilangan mengajarkan ia banyak hal tentang arti kasih sayang, indahnya kebersamaan, bertanggung jawab karena perbuatan yang seharusnya tak ia lakukan. Serta memberi jawaban dengan bijak pada kekasih yang menjadi tambatan hatinya, Aisha. Dahlan terus mengejar dua cita-cita besarnya: �Sepatu dan Sepeda�.
Ketersediaan
3140009 | 813 PAB s | Perpustakaan SMPI Al-Hamidiyah | Tersedia |
3140011 | 813 PAB s | Perpustakaan SMPI Al-Hamidiyah | Tersedia |
3181208 | 813 PAB s | Perpustakaan SMPI Al-Hamidiyah | Tersedia |
Informasi Detil
Judul Seri |
-
|
---|---|
No. Panggil |
813 PAB s
|
Penerbit | Noura Books : Jakarta., 2012 |
Deskripsi Fisik |
390 hlm; 14 x 21 cm
|
Bahasa |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
978-602-9498-24-0
|
Klasifikasi |
813 PAB s
|
Tipe Isi |
-
|
Tipe Media |
-
|
---|---|
Tipe Pembawa |
-
|
Edisi |
-
|
Subyek | |
Info Detil Spesifik |
-
|
Pernyataan Tanggungjawab |
-
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain